Selasa, 21 Agustus 2007

Unity and Diversity - Suryadi Wijaya

Dalam Yohanes 17 Yesus berdoa bagi murid-muridNya agar "be perfected in unity.” (17:23). Tetapi dalam Lukas 12, Ia memberitahu para murid bahwa Ia "did not come to bring peace on earth, but division" (12:51). Bagaimana kita memahami kedua pernyataan yang amat berlawanan dan nampak kontradiktif? Artikel ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan lebih lagi, untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan kesatuan dan pemisahan dalam Perjanjian Baru, dan untuk memperlengkapi orang Kristen modern dalam perjalanan mereka menuju kesatuan Alkitabiah menjadi saksi Kristen yang lebih efektif dalam dunia postmodern.
Pertama-tama harus dikatakan bahwa sejak awal Kekristenan akan selalu membawa pemisahan, karena Injil adalah pesan yang ofensif dan menjadi batu sandungan bagi mereka yang akan binasa. Saya pikir, inilah yang dimaksud Yesus dengan tidak membawa damai tetapi pemisahan. "From now on there will be five in one family divided against each other, three against two and two against three" (Luke 12:51-53). Penerimaan atau penolakan akan pernyataan Kristus akan memisah-misahkan anggota suatu keluarga. Di sini pemisahan terjadi antara orang percaya dan tidak percaya. Jenis pemisahan ini adalah hasil alami dari pemberitaan Kekristenan dan tidak dapat dihindari karena akan selalu ada "enemies of the cross of Christ" (Phil 3:18).
Tetapi mereka yang menerima iman Kristen dipanggil untuk hidup bersama dalam persatuan. Maka cara menyatukan dua pernyataan yang bertentangan adalah dengan mengenali dua kelompok pendengar berbeda yang dimaksud Yesus. Pada satu sisi, Ia berbicara mengenai gereja, dan di sisi lain, Ia berbicara mengenai dampak pemberitaan Kekristenan di dunia. Kegagalam memahami dua konteks yang berbeda ini sering menghasilkan kebingungan, bukan hanya dalam eksagesa Alkitab tetapi juga dalam cara hidup Kristen kita.

The Call to Unity --- Panggilan untuk Bersatu
Menurut saya, orang Kristen kontemporer tidak cukup memperhatikan karakter panggilan Kitab Suci untuk bersatu. Contohnya, perhatikan apa yang ditekankan Paulus dalam suratnya pada jemaat Korintus. "I appeal to you, brothers...that all of you agree with one another so that there may be no divisions among you and that you may be perfectly united in mind and thought." Ini adalah perkataan yang sulit. Kita tidak akan melihat kesempurnaan absolut dalam pengudusan diri ataupun dalam kesatuan kita bersama, maka kesempurnaan adalah tujuan dan sasaran yang harus diusahakan untuk mencapai kesatuan Kristen. Tetapi perhatikan bagaimana perkataan Paulus kita harus bersatu. Dalam pernyataan ini gereja tidak dipanggil untuk bersatu dalam emosi atau perasaan, juga tidak dipanggil untuk bersatu sekedar dalam pelayanan, tetapi kita dipanggil untuk bersatu sempurna dalam minds dan thoughts mengenai Allah. Terlalu sering orang Kristen masa kini mengesampingkan perbedaan doktrinal dalam usaha mencapai "kesatuan roh." Tetapi kesatuan Roh sejati adalah kesatuan yang didasarkan pada pengajaran Kitab Suci, berarti bersifat doktrinal.
Saat Paulus menulis agar kita menyerahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup sebagai tindakan rohani penyembahan dalam Roma pasal 12, petunjuk pertama yang ia berikan adalah kita tidak lagi serupa dengan dunia ini, tetapi berubah oleh pembaharuan budi kita (12:2). Seseorang di masa kini tidak akan berpikir bahwa untuk menjadi persembahan yang hidup, hal pertama yang harus dilakukan adalah meneliti catechism (katekismus) atau buku teologi, tetapi hanya inilah alat yang dirancang untuk mengubah budi kita menjadi cara pikir Kristen. Dan kita harus memandang iman, bukan sebagai individu yang terisolasi, tetapi sebagai satu tubuh orang percaya. Dalam kitab Efesus Paulus menjelaskan hal ini sebagai suatu "unity in the faith and in the knowledge of the Son of God," dan dengan kesatuan yang mementingkan isi, dihasilkan kedewasaan dan kestabilan, "Then we will no longer be infants, tossed back and forth by the waves, and blown here and there by every wind of teaching and by the cunning and craftiness of men in their deceitful scheming" (Eph 4:11-15). Kesatuan dalam iman inilah yang akan menghindarkan kita dari pemecahan yang dilakukan penipu. Kesatuan tersebut juga menjaga kita dari diri kita sendiri. Contohnya, jika kita mengabaikan pembaruan budi sebagai bagian dari tindakan rohani dalam penyembahan dan pelayanan pada Allah, kita akan terus mengabaikan apa yang Allah wahyukan dalam FirmanNya. Petrus memperingatkan kita akan hal ini dalam suratnya yang kedua, menyebutkan bahwa surat-surat Paulus "contain some things that are hard to understand, which ignorant and unstable people distort, as they do the other Scriptures, to their own destruction." Beberapa hal perlu ditekankan di sini. Petrus mengakui bahwa beberapa bagian Kitab Suci "sulit dimengerti" tetapi tidak berarti kita harus menjadi orang yang menginginkan segalanya serba mudah dan sederhana (contohnya lihatlah keluhan yang dicatat dalam Ibr 5:11-12). Pembaruan pemikiran Kristen kadang keras, menantang, dan sulit, tetapi bukan tidak mungkin. Maka Petrus melanjutkan, "Therefore...be on your guard so that you may not be carried away by the error of lawless men and fall from your secure position. But grow in the grace and knowledge of our Lord and Savior Jesus Christ" (2 Peter 3:15-18). Obat Petrus untuk menangkal ketidakpedulian adalah kita semua bertumbuh dalam grace and knowledge. Inilah yang akan menghindarkan kita dari being carried away by lawless and divisive men. Yudas dalam suratnya menunjuk hal yang sama saat ia memperingatkan akan "men who divide you, who follow mere natural instincts and do not have the Spirit. But you, dear friends, build yourselves up in your most holy faith..." (Jude :19-20). Intinya adalah: ketidakpedulian membawa penyimpangan dan pemisahan; pertumbuhan dalam iman dan pengetahuan membawa kedewasaan dan kesatuan.

Pursuing Unity in a Divided Church
Bagaimana kita menghadapi dunia yang memberi kita fakta bahwa ada begitu banyak gereja dan denominasi yang terpisah dalam Kekristenan? Dari mana kita harus mulai? Titik awalnya adalah mengenali bahwa tidak semua gereja yang mengaku gereja adalah gereja sejati. Atau dengan kata lain, akan selalu ada jenis pemisahan karena akan selalu ada lawless and divisive men, orang yang menyesatkan dan menyimpang dari kebenaran hingga hari penghakiman. Dalam suratnya yang kedua pada Timotius, Paulus memperingatkan orang-orang seperti "Hymenaeus and Philetus who have wandered away from the truth. They say that the resurrection has already taken place, and they destroy the faith of some" (2 Tim 2:17-18). Perhatikan bahwa orang-orang ini tidak religius. Misalnya, mereka percaya kebangkitan tetapi menurut Paulus, mereka harus ditolak sebagai penyesat (heretics) karena mereka percaya kebangkitan sudah terjadi. Ini adalah satu pelajaran penting. Paulus, yang dalam banyak bagian memberitahu kita agar mengusahakan keatuan, di sini memilih pemisahan. Mengapa? Karena isu doktrinal spesifik itu. Maka terkadang pemisahan harus diterima. Seperti Saksi Yehova, Mormon, Unitarian, atau United Pentecostal, dan kelompok-kelompok seperti ini telah mengaburkan inti-inti Kekristenan seperti yang dikatakan Paulus, mereka telah given up the faith entirely.
Hal kedua yang perlu diingat adalah terdapat beberapa jenis “Kekristenan sejati.” Ada orang yang bijak dalam iman dan orang lain yang kekanakan. Mereka yang lemah imannya, termasuk orang percaya baru (1 Kor 3:1-2), mereka yang kurang gizi rohani (Ibr 5:12-14), dan mereka yang sengaja tidak peduli (1 Kor 15:34). Jenis-jenis orang Kristen ini sering "blown here and there by every wind of teaching" (Eph 4:14) karena kedangkalan, kelabilan dan ketidakdewasaan mereka, hal-hal ini sering disebabkan oleh perpecahan gereja, pembentukan dan pendirian berbagai jenis aliran. Walau Gereja-gereja seperti itu dibangun bagi Allah, sering terjadi kefanatikan yang menyimpang dari pengetahuan (Rm 10:2).
Dalam konteks ini, tidak heran terdapat ribuan jenis gereja Kristen di negara ini dan di seluruh dunia. Bagaimanapun, kita harus selalu ingat apa tujuan kita. Kita dipanggil sebagai gereja untuk perfectly united in mind and thought. Dialog dan interaksi Kristen lintas denomimasi mengenai isu doktrin dasar jelas merupakan perintah Kitab Suci.

A Case for Denominationalism
Satu masalah yang dihadapi gereja masa kini adalah mereka mengabaikan creeds (Kredo), pengakuan, dan pentingnya standar doktrinal. Padahal semua ini adalah alat yang sangat membantu orang Kristen melihat, dengan pertolongan kebijakan jaman, doktrin mana yang mendasar bagi pembangunan iman dan mana yang tidak. Kesalahan kaum Judiazers yang dicatat dalam kitab Galatia begitu penting hingga Paulus menyebut pemberitaan mereka sebagai injil yang lain. Tetapi dapatkah pengajaran yang kurang tepat mengenai malaikat misalnya, bisa menyebabkan pengutukan sekeras itu? Mungkin tidak. Memang menjadi dosa, tetapi mungkin tidak sampai membuang artikel utama iman. Yang baik dari adanya denominasi adalah anda dapat mengetahu dari bentuknya, apa yang dijadikan inti iman sebagaimana mereka memandangnya. Misalnya, jika anda mengabdikan diri pada suatu denominasi tertentu dengan pengakuan iman (seperti The Westminster Confession of Faith (Scootish – Presbyterian), Three Forms of Unity (Dutch Calvinism), The Book of Concord (The Confessions of The Lutheran Church), dll), dan seseorang mulai mengajarkan doktrin yang berlawanan dengan standar gereja lokal anda, anda mendapat kesimpulan yang jelas. Anda dapat melawan orang tersebut dengan menunjukkan padanya bahwa yang diajarkannya tidak mencerminkan standar tradisi anda, dan jika ia tidak menerima anda, penatua, atau pendeta anda, gereja anda memiliki wewenang untuk mendisiplinkan dia dengan menyingkirkannya dari jabatan pengajar dan mungkin (jika isunya cukup serius) dikucilkan. Keuntungan menjadi bagian denominasi seperti ini adalah terdapat perjanjian saling menguntungkan mengenai dasar apa yang baik dari bentuk luarnya (what the essentials are right from the outset). Tanpa jenis afiliasi gereka seperti ini, seseorang sulit dilindungi dari "tossed here and there by every wind of doctrine" (Eph 4:14,1Tim 4:16). Contoh sederhana, orang Kristen yang "hanya memercayai Alkitab" sering gagal melihat karakter dasar doktrin tertentu dengan doktrin lainnya. Maka dalam gereja semacam ini, dalam sedikit pernyataan iman yang dimilikinya, sering terdapat pendirian suatu bentuk eskatologi premilenial, dan pada saat yang bersamaan tidak ada doktrin mengenai pembenaran hanya oleh iman karena Kristus semata (inti Injil). Langkah paling penting dalam melibatkan diri di suatu gereja yang terikat dengan standar pengakuan adalah memastikan bahwa yang anda pilih memiliki standar yang sesuai dengan Kitab Suci (Kis 17:11).

Circles & Squares --- Lingkaran dan Kotak
Di sini pemisahan penting perlu diperkenalkan, pemisahan yang mudah dipahami seperti memahami perbedaan lingkaran dan kotak. Yaitu bahwa orang Kristen harus jeli terhadap fakta bahwa sikap mereka akan isu kesatuan dan pemisahan sangat bergantung pada kondisi lingkungan mereka. Anda hidup dan bergerak di lingkaran anda atau tradisi confessional anda sendiri, dan anda bebas bertindak dengan cara-cara yang sangat konkrit dan dogmatik. Dalam contoh di atas, jika seseorang mengajarkan hal yang bertentangan dengan apa yang jelas dinyatakan dalam standar anda, orang tersebut dapat didisiplinkan. Bagaimanapun, karena anda hidup dan bergerak di luar dinding gereja dan bertemu orang dari iman dan denominasi lain, anda berada di arena kotak umum. Di sini tidak ada hal-hal semacam heresy trial atau hukuman disiplin. Di sinilah tempat orang Kristen berbicara terbuka dan langsung mengenai iman mereka pada orang percaya dan tidak percaya tanpa ancaman atau larangan. Dalam lingkaran terdapat larangan, seseorang bisa dilemparkan keluar. Tetapi di dalam kotak, tidak ada siapa di dalam atau siapa di luar, seseorang selalu disambut dalam dialog.
Awalnya ini nampak mendasar dan jelas, tetapi kenyataan membuktikan bahwa kebingungan akan hal-hal ini menjadi sumber banyak masalah dalam dunia Penginjilan. Contohnya, karena menolak creeds and confessions, banyak gereja Injili hanya memiliki sedikit bahkan tidak memiliki standar doktrin yang mendefinisikan batas-batas lingkaran mereka sendiri. Sering seseorang diterima di gereja seperti ini cukup dengan memiliki kualifikasi "Bible believer." Masalah yang tidak terhindarkan dari sini adalah Hymenaeus and Philetus adalah Bible believers, begitu juga orang Pharisees dan Judiazers. Perdebatan muncul, meributkan apa yang mereka percayai pada Alkitab, khususnya pada hal-hal esensial dalam iman. Banyak orang Kristen Injili ditinggalkan tanpa perlindungan, baik dari penyimpangan Kitab Suci oleh mereka sendiri atau juga dari mereka yang datang untuk menipu dan memecah belah dari luar.
Kini terdapat kerancuan besar mengenai apa yang mendefinisikan lingkaran di masing-masing gereja Injili, dan pada saat yang sama terdapat kekurangjelasan akan apa yang mendefinisikan "Evangelicalism" itu sendiri. Apakan Reformed atau Arminian, Lutheran atau Wesleyan, Baptist atau Pentecostal? Cukup menarik, teolog besar Princeton B. B. Warfield mengeluhkan hal ini lebih dari satu abad silam. Saat berbicara mengenai Evangelicalism ia berkomentar bahwa kata tersebut telah kehilangan maknanya dan telah menjadi "moribund, if not already dead. Nobody any longer seems to know what it means. Even our Dictionaries no longer know."[1] Istilah tersebut di masa kini, bahkan lebih daripada di masa Warfield, telah hampa maknanya karena terlalu banyak digunakan dengan berbagai cara oleh berbagai kelompok yang berbeda. Tidak ada dasar doktrinal atau pusat ikatan. Lalu bagaimana kita mengevaluasi apakah seseorang Injili atau tidak? Daripada sibuk menjawab pertanyaan ini, lebih baik kita mencari tahu apakah orang tersebut berpegang teguh pada confessing tradition miliknya sendiri. Jika mengaku "Evangelicals" tetapi mengajarkan atau menulis sesuatu yang classically unorthodox, lebih baik biarkan ia mempertanggungjawabkannya ke wewenang dan standar doktrinal gerejanya sendiri daripada berusaha meributkan penggunaan kata Evangelical from their bios. Jika suatu badan gereja gagal mendisiplinkan anggotanya yang mengajarkan sesat di kotak umum, hal ini menunjukkan buruknya lingkaran badan tersebut. Maka Evangelical mendapat tugas membantu gerejanya mendefinisikan lingkarannya lebih baik lagi, dan pada saat yang bersamaan mereka perlu memahami bahwa tiap pekerjaan yang dilakukan di luar lingkaran berarti dilakukan di kotak. Untuk mengerti perbedaan ini perlu dipahami sikap-sikap yang menjadi karakteristik tiap forum. Sikap Yesus pada orang Farisi kadang keras dan dogmatik (Mat 15:12-14), tetapi harus diingat bahwa Ia berbicara dari dalam lingkaran, dan tujuanNya adalah melindungi domba-domba. Paulus memberikan perintah yang sama pada para pendeta yang menulis bahwa seorang overseer harus berpegang teguh pada pesan yang beharga seperti yang telah diajarkan agar ia dapat mendorong orang lain melalui doktrin yang benar dan refute yang menolaknya. For there are many rebellious people, mere talkers and deceivers, especially those of the circumcision group. They must be silenced, because they are ruining whole households by teaching things they ought not to teach (Titus 1:9-11).
Mereka yang bergabung dengan gereja tetapi mengajarkan doktrin yang "unsound" harus ditolak dan dibungkam. Di sini sikapnya serius dan tidak fleksibel. Tetapi rasul yang sama memberi perintah yang jauh berbeda dalam menghadapi mereka yang di luar gereja, "Be wise in the way you act toward outsiders; make the most of every opportunity. Let your conversation be always full of grace, seasoned with salt, so that you may know how to answer everyone" (Kol 4:5-6). Sebuah contoh yang baik untuk ini adalah khotbah Paulus di Mars Hill dalam Kis 17. Ia tidak hanya berkata seperti Yohanes Pembaptis dalam lingkarannya, "Repent, for the Kingdom is at hand," tetapi menggunakan pendekatan yang lebih halus; ia mengutip puisi mereka sendiri, berinteraksi dengan budaya mereka, lalu mengajukan debat bahwa the God of Israel has given proof to all men of his coming judgement by raising Jesus from the dead. Ini adalah khotbah di kotak umum. Tujuannya adalah memenangkan petobat, bukan membungkam penyesat. Paulus membedakannya dengan amat jelas dalam surat pertamanya pada jemaat Korintus,
“I have written you in my letter not to associate with sexually immoral people - not at all meaning the people of this world who are immoral, or the greedy and swindlers, or idolaters. In that case you would have to leave this world. But now I am writing you that you must not associate with anyone who calls himself a brother but is sexually immoral or greedy, an idolater or a slanderer, a drunkard or a swindler. With such a man do not even eat. What business is it of mine to judge those outside the church? Are you not to judge those inside? God will judge those outside. 'Expel the wicked man from among you'.” (1 Kor 5:9-13).
Di dalam lingkaran, ada saat di mana orang perlu dihakimi, bahkan dikucilkan. Tetapi tidak di kotak umum. Kita tidak boleh menghakimi mereka yang di luar gereja. Poin ini jelas tidak diketahui mereka yang mendatangi pemakaman Matthew Shephard. Shephard dibunuh karena ia seorang homoseks, dan banyak pemrotes membawa spanduk bertuliskan slogan-slogan seperti "Burn in Hell Fagot!" di tengah-tengah pelayat yang berduka. Bandingkan pendekatan mereka dengan instruksi Paulus terhadap gaya hidup orang yang tidak percaya, "Make it your ambition to lead a quiet life, to mind your own business and to work with your hands, just as we told you, so that your daily life may win the respect of outsiders..." (1 Tes 4:11-12). Nyatanya, rasul ini begitu peduli akan reputasi baik di mata orang luar hingga ia menjadikannya salah satu kualifikasi seorang overseer (1 Tim 3:6-7).

Kesimpulan
Jika mau mengikuti instruksi dalam Perjanjian Baru, kita harus peduli akan kesatuan Kristen. Seperti telah ditunjukkan, akan selalu ada pemisahan, tetapi tujuan kita adalah disatukan dengan sempurna dalam mind dan thought dengan orang percaya lainnya. Untuk mewujudkannya diperlukan kerja keras, dan perlu perhatian lebih untuk memfokuskan pada isu doktrin underlying dalam inti pemisahan. Gereja-gereja yang bergantung pada standar doktrinal dan pengakuan yang jelas memiliki kelebihan karena telah mendefinisikan apa yang mendasar dan apa yang tidak. Gereja tanpa standar seperti ini harus meluangkan waktu dan tenaga untuk memikirkan doktrin mana yang paling penting bagi mereja. Saat semua "kartu" telah terbuka barulah diskusi-diskusi tentang kesatuan doktrinal menjadi berbuah.
Orang Kristen, terutama Evangelical, perlu memberi perhatian lebih pada teks dan konteks pesan mereka. Jika konteksnya adalah gereja atau denominasi mereka sendiri, mereka harus "correct, rebuke and encourage - with great patience and careful instruction" (2 Tim 4:2) karena kepedulian utama lingkaran ini adalah pemeliharaan domba-domba (perlindungan terhadap pemisahan, dan mendorong mereka pada kesatuan dalam doktrin yang sehat). Tetapi jika konteksnya adalah kotak umum, penginjilan adalah yang utama. Di sini percakapan seseorang harus selalu "full of grace", bukan menghakimi, dan tiap orang harus mempersiapkan diri agar "know how to answer everyone (Kol 4:5-6). Saya yakin jika pembedaan Alkitabiah ini dipulihkan, kita akan segera melihat kemajuan pesat menuju kesatuan Kekristenan, dan pada saat yang sama, efektivitas yang lebih besar dalam penginjilan.

[1] Warfield, B.B., "Redeemer & Redemption," The Princeton Theological Review (Vol. 14, 1916, pp. 177-201).

Tidak ada komentar: